Warna Muda – DPR membatalkan rencana pengesahan revisi UU Pilkada yang seharusnya berlangsung pada 22 Agustus 2024. Keputusan ini menjadi kemenangan besar bagi rakyat Indonesia yang selama ini aktif menyuarakan penolakan terhadap revisi yang dinilai kontroversial.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengumumkan pembatalan ini melalui kicauannya di media sosial. Dasco menegaskan bahwa rapat paripurna yang dijadwalkan untuk mengesahkan revisi UU Pilkada ditunda karena tidak terpenuhinya kuorum.
Gelombang Protes Rakyat
Keputusan DPR ini terjadi di tengah gelombang protes besar-besaran yang melanda berbagai kota di Indonesia. Masyarakat dari berbagai kalangan turun ke jalan dalam gerakan ‘peringatan darurat Indonesia’, menuntut agar revisi UU Pilkada dibatalkan. Gerakan ini viral di media sosial, menambah tekanan bagi para wakil rakyat di DPR.
Demo tersebut tidak hanya sebagai bentuk penolakan terhadap revisi UU Pilkada, tetapi juga sebagai wujud perlawanan terhadap tindakan DPR yang dianggap mengabaikan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebelumnya, MK telah mengubah syarat pencalonan pilkada, namun DPR tidak mengakomodasi seluruh putusan tersebut dalam revisi yang mereka usulkan.
Koordinasi Menkumham dan DPR
Menkumham kini berkoordinasi dengan DPR terkait pembatalan ini. Menurut Dasco, pada saat pendaftaran pilkada yang akan dimulai pada 27 Agustus, keputusan MK yang mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora akan tetap berlaku. Hal ini menandakan bahwa perjuangan rakyat dan beberapa partai politik yang menolak revisi ini tidak sia-sia.
Revisi UU Pilkada yang Kontroversial
Revisi UU Pilkada ini memang menimbulkan banyak kontroversi sejak awal. DPR bergerak cepat, menyelesaikan pembahasan revisi dalam waktu kurang dari tujuh jam, sehari setelah MK mengeluarkan putusannya. Namun, langkah cepat ini justru menimbulkan kecurigaan di kalangan masyarakat dan berbagai pihak, terutama karena prosesnya dinilai terburu-buru dan tidak transparan.
RUU Pilkada yang diajukan oleh DPR sempat mendapat persetujuan dari delapan fraksi, sementara PDIP menjadi satu-satunya fraksi yang menolak. Namun, dengan tidak terpenuhinya kuorum pada rapat paripurna, rencana pengesahan akhirnya batal dilakukan.
Setelah pembatalan ini, langkah berikutnya adalah menjadwalkan ulang Rapat Bamus untuk paripurna. Namun, hingga saat ini belum ada kepastian kapan rapat tersebut akan dilaksanakan.
Satu hal yang pasti, rakyat telah membuktikan bahwa suara mereka masih memiliki kekuatan dalam demokrasi Indonesia. Batalnya revisi UU Pilkada ini menjadi bukti nyata bahwa ketika rakyat bersatu, mereka dapat menggagalkan manuver politik yang tidak sesuai dengan kehendak publik.
Mari kita tetap kawal proses demokrasi di Indonesia agar tetap selalu pada jalur koridor yang benar!