Warna Muda Media – Kasus hukum yang menimpa I Nyoman Sukena, seorang pria yang didakwa karena memelihara empat ekor landak jawa tanpa izin, memunculkan pertanyaan menarik terkait konsep mens rea atau niat jahat dalam hukum. Pada Jumat (13/9/2024), Sukena menghadapi tuntutan bebas di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan bahwa meskipun Sukena terbukti melanggar aturan, ia tidak memiliki niat jahat dalam tindakannya.
Baca juga: Materai Tidak Menentukan Sah atau Tidaknya Suatu Dokumen.
Tuduhan Memelihara Satwa Dilindungi
Kasus ini berawal dari laporan warga yang mendapati Sukena memelihara landak jawa, satwa yang dilindungi oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE). Sukena mengaku bahwa ia menerima dua ekor landak tersebut dari mertuanya yang menemukannya di kebun, dan karena kecintaannya terhadap binatang, ia memeliharanya hingga berkembang biak menjadi empat ekor. Sayangnya, Sukena tidak menyadari bahwa landak tersebut termasuk satwa dilindungi.
Jaksa Penuntut Umum, yang terdiri dari Gede Gatot Hariawan, Dewa Gede Ari Kusumajaya, dan Isa Uli Nuha dari Kejaksaan Tinggi Bali, menggunakan Pasal 21 ayat 2 huruf a jo. Pasal 40 ayat 2 UU KSDAHE dalam tuntutannya. Namun, mereka mengakui bahwa Sukena tidak memiliki mens rea atau niat jahat dalam kasus ini.
Tidak Ada Mens Rea, Tuntutan Bebas
Dalam hukum pidana, mens rea adalah unsur penting untuk menentukan apakah seseorang bersalah atas tindakan yang dilakukannya. Dalam kasus Sukena, meskipun ia melanggar aturan karena memelihara satwa dilindungi, Jaksa menyimpulkan bahwa Sukena tidak memiliki niat jahat, seperti memperjualbelikan atau menyakiti landak tersebut. Dengan demikian, JPU menuntut agar Sukena dibebaskan dari hukuman pidana.
Jaksa juga meminta agar empat ekor landak jawa yang dijadikan barang bukti diserahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali. Dalam tuntutannya, Jaksa mencatat beberapa hal yang meringankan Sukena, termasuk bahwa ia bukan residivis, menyesali perbuatannya, bersikap kooperatif selama persidangan, dan kurang paham bahwa landak jawa adalah satwa dilindungi.
Baca juga:
Status Penahanan Sukena Berubah
Pada Kamis (12/9/2024), Majelis Hakim memutuskan untuk mengubah status penahanan Sukena dari tahanan rutan di Lapas Kerobokan menjadi tahanan rumah. Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Sukena adalah kepala keluarga yang perlu menjaga keluarganya. Meskipun menjadi tahanan rumah, Sukena diwajibkan untuk melapor ke Kejaksaan Tinggi Bali setiap Selasa dan Kamis selama proses persidangan.
Meski ancaman hukuman dari Pasal 21 ayat (2) huruf a jo Pasal 40 ayat (2) UU KSDAHE bisa mencapai maksimal 5 tahun penjara, mens rea yang tidak terbukti dalam kasus Sukena membuat kemungkinan hukumannya bisa lebih ringan.